Ini hanya sebuah cerita tentang PNS, Aku kasihan melihat nasib PNS, konon kabarnya PNS itu sangat dekat dengan KKN dan Mark UP, entah ini benar atau tidak, aku hanya mendengar cerita, walaupun diluar lingkungan PNS sangat mungkin terjadi juga KKN, namun tidak terlalu jadi sorotan. Mungkin bagi sebagian orang yang memang berkecimpung di dunia perPNSan mengerti. Namun saat kami mencoba mendiskusikan hal ini banyak sekali tanggapan. Ada sebagian PNS yang mencoba ber idealisme menjadi PNS yang biasa – biasa saja dan nggak neko-neko, seorang sarjana, dengan gaji untuk golongan III masa kerja 10 tahun gaji tidak akan lebih dari 2 juta, katakanlah dia seorang kepala keluarga dengan anak 2 dan seorang istri yang bersahaja coba bisa dihitung berapa jatah makan mereka perhari. Hitung kasar saja Rp.2.000.000,- dibagi 4 @ Rp.500.000,- maka seandainya dibagi ke dalam 30 hari per hari jatah per orang adalah : Rp.16.ribu sekian. Bukankan itu hanya cukup untuk makan saja? kita beli nasi bungkus saja harga sekitar Rp.5000an. Kemudian bagaimana dia menyekolahkan anaknya, transportasi, bayar listrik, dan sebagainya. Bisa membayangkan betapa sulitnya mengatur sedemikian sehingga semua teratasi.
Di saat yang lain aku juga mendengar cerita ada seorang PNS yang mencoba bertahan di tengah sistem yang memaksa untuk berkonspirasi, entah itu mark up, manipulasi, atau apa saja , yang ternyata tidak mudah untuk terhindar dari pekerjaan semacam itu. Seakan itu merupakan sebuah sistem yang sudah terhirarki dan tidak bisa dihindari karena sudah menjadi semacam instruksi dari atasan ke bawah dan ke bawah lagi. Bahkan seseorang yang kemudian menolak akan menjadi sangat tidak populer karena kemudian dia akan tidak dilibatkan dalam kegiatan – kegiatan yang lain, dan bahkan tidak punya pekerjaan.
Saya mungkin hanya mendengar cerita, bahwa ada seorang teman yang menolak untuk melakukan konspirasi memanipulasi data , kegiatan, atau apapun sehingga kegiatan itu menjadi fiktif, dan kemudian konsekuensinya dia harus rela melepaskan keterlibatannya dan tentu saja itu berpengaruh terhadap honor yang diterimanya tiap bulan karena dihentikan, dan dia juga harus menerima kenyataan, melihat rekan-rekannya mandi uang dan beberapa fasilitas. Yang jadi pertanyaan kenapa kejadian ini menjadi mudah apakah karena dengan gajinya mereka tidak cukup memenuhi kebutuhan, atau sitem yang lemah, atau... ...aku bahkan tidak mampu berpikir, saat aku mendengar cerita ini.
Seandainya kita bicara mental bangsa kita adalah alasannya, aku pikir tidak semua, dan itu hanya pemudahan pengkambing hitaman, karena aku juga mendengar bahwa mereka terpaksa, takut, bahkan setengah bingung, bahkan kadang sambil setengah terpejam mengerjakannya, sambil memikir apakah ini perbuatan dosa, bahkan di saat aku berbincang bincang dengan sebagian lain yang masih punya sedikit idealisme mereka memilih untuk tidak makan uang abu-abu itu, dan memilih untuk memberikannya pada pihak yang memerlukan yang penting tidak diberikan kepada anak dan istrinya, karena mereka tidak mampu menolak. Dan mereka mengaku sangat tidak bangga dan malu. Tapi janganlah kita menghakimi mereka bahwa mereka masih punya pilihan. Dengan tuntutan hidup seperti sekarang, lapangan kerja yang terbatas, dan kurangnya keberanian ( karena tidak semua orang dikaruniai keberanian yang besar) itu suatu hal yang sangat tidak mudah. Aku hanya jadi kasihan , karena sebenarnya sebagian dari mereka masih banyak yang memiliki idealisme, dan dedikasi yang baik. Semua itu kalah oleh sistem yang berlaku dan mereka terjebak didalamnya. Tapi kesimpulannya memang benar-benar aku tidak mampu berpikir bagaimana solusinya.
sumber:http://angkringan.or.id/page.php?id=863
Tidak ada komentar:
Posting Komentar